Cara Konveksi Menetukan Ukuran S-M-L-XL Yang pas di pasar indonesia


Menentukan ukuran baju seperti S, M, L, hingga XL bukanlah hal yang sembarangan. Banyak konveksi harus melakukan beberapa pertimbangan sebelum akhirnya menetapkan standar ukuran yang pas untuk pasar Indonesia. Nah, berikut ini adalah beberapa cara dan alasan kenapa ukuran bisa berbeda-beda di tiap konveksi:

 1. Tidak Ada Standar Resmi yang Mutlak
Di Indonesia, tidak ada aturan baku pemerintah yang menetapkan ukuran S-M-L-XL harus sekian cm. Memang ada acuan umum dari asosiasi tekstil atau standar internasional, tapi dalam praktiknya, tiap konveksi menyesuaikan dengan:
* Target pasar (remaja, orang dewasa, pria, wanita).
* Segmen harga (baju branded biasanya lebih detail ukurannya, sedangkan baju pasar massal bisa lebih longgar).
* Trend fashion (oversize sedang hype, maka ukuran “M” bisa terasa lebih besar dari biasanya).

2. Riset Pasar Jadi Kunci
Sebelum membuat ukuran, konveksi tidak asal menebak. Mereka biasanya melakukan riset sederhana, misalnya dengan:
* Melihat data rata-rata tubuh orang Indonesia. Contoh: tinggi badan rata-rata pria Indonesia 165–170 cm, wanita 155–160 cm.
* Bandingkan ukuran kompetitor. Brand besar sering dijadikan acuan untuk bikin size chart.
* Feedback dari pelanggan**. Kalau banyak yang bilang “ukuran M-nya sempit”, biasanya konveksi langsung revisi pola agar lebih nyaman.

3. Menggunakan Pola Dasar Tubuh Orang Indonesia
Tubuh orang Indonesia cenderung lebih mungil dibanding orang Barat. Maka, konveksi seringkali membuat pola khusus yang menyesuaikan. Misalnya:
* Ukuran S (Small): Lingkar dada 86–90 cm, cocok untuk tubuh ramping.
* Ukuran M (Medium): Lingkar dada 92–96 cm, ukuran yang paling umum dipakai.
* Ukuran L (Large): Lingkar dada 98–104 cm, untuk badan agak besar.
* Ukuran XL (Extra Large): Lingkar dada 106–112 cm, untuk tubuh lebih berisi.

4. Pertimbangan Fashion dan Tren
Ukuran tidak hanya soal pas di badan, tapi juga tentang gaya. Konveksi biasanya menyesuaikan ukuran dengan jenis fashion yang sedang populer, contohnya:
* Kaos distro sering dibuat lebih fit supaya terlihat slim.
* Streetwear sering dibuat oversize agar lebih nyaman dan trendy.
* Kemeja biasanya dibuat standar agar tetap rapi saat dipakai.

5. Uji Sampel Sebelum Produksi Massal
Agar tidak salah kaprah, konveksi biasanya membuat beberapa contoh produk atau sampel lebih dulu. Baju ini kemudian diuji ke beberapa model dengan postur tubuh berbeda. Dari situ mereka bisa menilai apakah ukuran S-M-L-XL sudah sesuai atau perlu penyesuaian.

Kesimpulan
Ukuran S-M-L-XL di Indonesia ternyata bukan sekadar angka, tapi hasil dari kombinasi riset pasar, kebiasaan konsumen, tren fashion, dan pola tubuh orang Indonesia. Karena tidak ada standar baku yang mutlak, tiap konveksi bisa punya sedikit perbedaan ukuran meski labelnya sama. Itu sebabnya, baju “M” dari satu brand bisa terasa pas, tapi dari brand lain bisa sempit.

Bagi pembeli, solusi terbaik adalah selalu cek size chart sebelum membeli. Sedangkan bagi konveksi atau brand, memahami ukuran tubuh target pasar Indonesia adalah kunci agar produk nyaman dipakai dan disukai konsumen. Dengan begitu, label S-M-L-XL bukan cuma sekadar huruf, tapi benar-benar mencerminkan kebutuhan pasar lokal.


Kategori 1 Administrator 27 Aug 2025 01:12pm

  • Komentar : 0

Berikan komentar terbaik Anda